Pak
Herman tidak pernah berhenti bekerja keras semenjak putrinya menceritakan
tentang cita-citanya yang setinggi angkasa itu. Pak Herman saja tinggal di
kos-kosan kecil sekali di daerah Surabaya. Dia tidak punya tanah pribadi untuk
di bangun rumah untuk keluarganya yang berjumlah lima orang itu. Padahal Pak
Herman sudah berkali-kali bicara pada putrinya untuk berhenti bermimpi setinggi
itu. “Sudahlah nak jangan berharap lebih, bapak bisa menyekolahkan kamu hingga
SMA saja bapak sudah sangat bersyukur. Ya, meskipun bapak diringankan dengan
potongan SPP untuk anak tidak mampu” begitu kata pak Herman kepada putri
pertama dari tiga bersaudara itu, Rani namanya. Rani bersekolah di SMAN 5
Surabaya. Rani memang anak yang pintar, walaupun dia hanya mendapat juara dua
dari empat puluh siswa di kelasnya tetapi itu sudah menunjukkan bahwa dia
pintar. Rani adalah anak yang pekerja keras dan dia punya cita-cita yang sangat
luar biasa, yaitu melanjutkan sekolah keluar negeri setelah lulus SMA. Dia
tidak peduli bagaimana kondisi keluarganya saat ini. Rani memang sedikit egois
kalau harus di hadapkan dengan cita-citanya. Dia tidak ingin ada seseorang yang
berusaha merusak mimpinya yang sudah di bangun sejak menginjak bangku SMP. Dia
sangat yakin kalau dia pasti bisa bersekolah ke luar negeri, dia pernah berkata
pada bapaknya “Aku pasti bisa pak, aku akan membuktikan pada Bapak kalau aku
bisa. Aku bisa mencari beasiswa di luar negeri, jadi bapak tidak perlu
membiayai sekolahku” kata Rani sangat percaya diri. Begitulah Rani. Sangat
egois bukan?. Dia tidak pernah tau apa yang di takutkan kedua orangtuanya.
Kedua orangtuanya takut kalau sampai Rani gagal, kalau sampai Rani tidak bisa
mengejar cita-citanya. Mereka tidak bisa membayangkan bagaimana sedihnya putri
pertama mereka itu.
Saat
ini Rani sedang menginjak bangku kelas 3 SMA, dia mendapat beasiswa selama tiga
tahun. Tidak heran kalau rani mendapat beasiswa sampai lulus SMA, dia pantas
mendapatkan itu karena dia memang anak yang pintar. Rani juga anak yang sangat
rajin dan pekerja keras. Dia sangat aktif mengikuti ekstrakurikuler di
sekolahnya untuk mengisi waktu luangnya, tetapi untuk kelas tiga ini dia
berhenti mengikuti ekstrakurikuler karena dia hatus focus mengikuti Ujian
Naasional. Dia belajar dengan giat, sangat giat. Tetapu dia juga tidak lupa
beribadah, dia tidak pernah meninggalkan sholatnya, dia juga tidak pernah
bolong melakukan puasa sunnah senin kamis. Saat
tengah malampun dia selalu menyempatkan bangun untuk melakukan sholat
tahajjud. Rani memang anak yang sholeha, orang tuanya sangat bangga dengannya.
Mereka mengusahakan agar Rani bisa mengejar cita-citanya. Tetapi keadaan
keluarganya sangat tidak memungkinkan untuk melakukan semua itu, pergi keluar
negeri butuh biaya yang mahal. Dan untuk keadaan zaman seperti sekarang ini
tidak ada apapun yang bisa di dapatkan dengan gratis. Bapak Rani hanyalah
penjual bakso keliling kampung, dia tidak punya tempat atau kios yang digunakan
untuk tempat jualannya. Setiap hari dia bekerja, berjalan keliling kampungnya
untuk mencari segelintir pembeli yang akan membeli baksonya. Andaikan dia punya
kios sendiri pasti pembeli yang akan menghampirinya, bukan dia yang menghampiri
pembeli. Pak Herman mampu berjalan hingga tiga kilometer jika memang rejekinya
belum datang. Belum nanti kalau sedang musim hujan, bisa-bisa dia tidak
berjualan seharian.
Untung saja pak Herman
mempunyai istri yang sangat setia menemaninya saat pak Herman sedang dalam
keadaan sulit dan susah. Bu Umi namanya. Dia lebih muda dua tahun dari pak
Herman. Dia juga membantu pak Herman memenuhi kebutuhan rumah tangga dengan
bekerja menjadi tukang cuci baju. Bu Umi mengambil baju-baju milik tetangga
yang kotor, lalu di cucikan olehnya. Bu Umi mendapat bayaran yang bisa di
bilang sedikit kalau di bandingkan dengan tenaga yang di keluarkan untuk
mencuci baju-baju tersebut.
Rani sangat menyayangi
keluarganya. Saat hari Minggu atau saat libur sekolah, Rani biasanya membantu
Bapak dan Ibunya bekerja. Rani tidak pernah menghabiskan waktunya untuk hal-hal
yang tidak penting. Bagi Rani, waktu adalah emas. Dia tidak mau membuang-buang
waktunya untuk hal-hal yang tidak penting. Saat di sekolah pun juga begitu. Dia
selalu menghabiskan waktu istirahatnya di ruang perpustakaan. Saat
teman-temannya sedang asik makan dan mengobrolkan hal-hal yang menyenangkan
ketika istirahat, Rani malah menyibukkan dirinya di perpustakaan untuk membaca
buku. Saat dia sedang asik membaca buku Ensiklopedia tentang ‘Kesehatan Umum’
tiba-tiba “Raniiiiii, hemhh hemhh” dengan nafas yang terengah-engah seseorang
menghampirinya.
“Hei Dita, kenapa kamu lari-lari
seperti itu sih. Ada apa ?” tanya Rani.
“Ayo ikut aku ke ruang guru, kamu di
cari sama pak Pri tuh. Aku dari tadi muter-muter sekolah nyariin kamu, eh
ternyata kamu disini” Jawab Dita marah-marah.
“hehehe kamu sih aneh, aku kan udah
pernah bilang kalau mau nyari aku itu di perpustakaan, pasti ketemu aku disini.
Emm ngomong-ngomong kenapa pak Pri nyariin aku?” Tanya Rani penasaran.
“Aku juga nggak tau Raniiiii, udahlah
ayo kita ke ruang guru. Cepaaattttt!!” ajak Dita tergopoh-gopoh.
“Iya iyaa sabar dong, aku mau
ngembalikan buku ini dulu. Kamu itu selalu nggak sabaran!” jawab Rani hampir
emosi. Tapi ketahuilah, dia tidak pernah benar-benar bisa marah.
Saat
sampai di ruang guru, Rani dan Dita langsung menghampiri pak Pri yang sedang
sibuk dengan buku besar dengan nama-nama siswa di dalamnya. Entah apa yang
sedang di lakukan.
“Assalamu’alaikum pak Pri” ucap Rani
dan Dita saat menemui pak Pri. Membuat pak Pri sedikit terkejut.
“Wa’alaikumsalam. Makasih ya Dita
kamu sudah membawa Rani kesini” sahut pak Pri.
“Sama-sama Pak, saya sekarang boleh
pergi kan? Saya mau ke kantin nih pak capek nyariin Rani muter-muter sekolah”
jawab Dita masih sedikit capek.
Ketika
Dita mulai pergi pak Pri mulai berbicara kepada rani, membicarakan sesuatu yang
tentu saja membuat Rani sangat bahagia. Pak Pri menawarkan Rani untuk mengikuti
sebuah olimpiade yang sangat membuat Rani tergiur. Yaitu olimpiade fisika
tingkat profinsi Jawa Timur, jika Rani bisa lolos semua seleksi maka dia akan
dikirim ke Afrika untuk mengikuti
olimpiade terakhir. Yang membuat Rani tergiur adalah, jika Rani bisa lolos sampai seleksi di
Afrika, pak Pri akan menjamin semua biaya Rani untuk melanjutkan kuliah
kemanapun Rani mau. Kemudian Rani mengataakan “Benarkah Pak? Tapi apakah Bapak
tidak keberatan kalau Aku ingin keluar negeri?” Tanya Rani penasaran.
“tentu saja bisa, kenapa tidak Rani?
Kamu adalah anak yang pintar, tentu saja kamu bisa melanjutkan studimu
kemanapun yang kamu mau. Dan Bapak juga yakin kalau kamu pasti bisa lolos
sampai seleksi di Afrika” jawab pak Pri senang.
Saat
bel pulang sekolah berbunyi, Rani langsung dengan cepat membereskan buku-buku
di bangkunya untuk bersiap-siap pulang. Rani sudah tidak sabar untuk
mengejutkan Bapak dan Ibunya tentang olimpiade yang di di bicarakannya dengan
pak Pri tadi siang di sekolah. Rani tidak membayangkan bagaimana ekspresi
bahagia kedua orangtuanya saat mendengar kabar itu.
“Mereka pasti senang” kata Rani
senang.
Sesampainya
dirumah, Rani langsung bergegas masuk kedalam rumah. “Assalamualaikum Bu, aku
pulang”
“Wa’alaikumsalam. Eh Rani udah
pulang, ayo ganti baju terus makan. Ibu mau nyelesaikan nyuci baju ini dulu,
besok udah harus selesai. Ibu capek sekali” kata ibu Rani lemas.
“Iya bu, Rani ganti baju dulu ya
nanti Rani baju nyucikan bajunya” jawab Rani dengan senyum iba kepada ibunya.
“Apa kamu nggak capek barusan pulang
sekolah capek-capek langsung bantu ibu cuci baju?”
“enggak Bu, Rani tidak pernah capek
membantu Ibu ataupun Bapak kalau lagi kesusahan”. Jawab Rina sedikit haru.
Setelah
Rani selesai makan dan ganti baju, Rani langsung membantu ibunya mencuci
baju-baju yang bertumpuk seperti gunung itu. Sambil mengucek dan menyikat
baju-baju, Rani memulai pembicaraan dengan ibunya. Rani ingin membahas tentang
Olimpiade yang di bicarakannya dengan pak Pri di sekolah tadi.
“Buk aku punya kabar baik lho” kata
Rani memulai pembicaraan.
“kabar baik apa nak?” Tanya ibu Rani
penasaran.
“aku di minta pak Pri, guru di
sekolahku untuk ikut lomba olimpiade fisika se-Jawa Timur Bu. Kata pak Pri,
kalau aku bisa lolos sampai olimpiade di Afrika, pak Pri akan membiayai studiku
saat kuliah nanti, dan aku bebas memilih universitas yang aku mau Bu. Bukankah
itu sangat hebat Bu?”
“Iya nak, Ibu setuju denganmu. Tetapi
apakah kamu yakin kamu mampu lolos sampai seleksi di Afrika?” Tanya Ibu Rani
agak sedih.
“tentu saja Rani yakin Bu, pak Pri
juga sangat yakin kalau aku bisa lolos sampai seleksi di Afrika. Percayalah Bu,
aku yakin aku bisa” jawab Rani meyakinkan ibunya.
Sejak
saat itu, Rani terus giat belajar. Semua urusan pendaftaran olimpiade sudah di
urus sepenuhnya oleh pak Pri. Rani terus belajar dan belajar, dia juga tidak
pernah berhenti berdoa kepada Allah agar dia bisa lolos seleksi sampai ke
Afrika dan bisa melanjutkan kuliah ke luar negeri.
Saat
seleksi se-propinsi di mulai, Rani sangat deg-degan. Tapi dia bisa
mengerjakannya dengan lancar. Untunglah. Rani terus mengikuti seleksi hingga
akhirnya dia masuk seleksi ke Afrika, dia semakin takut karena saingannya tentu
semakin banyak dan semakin cerdas lebih darinya. Rani tidak pernah berhenti
berdoa dan belajar. Dia juga selalu meminta doa restu kepada kedua orangtuanya
agar di beri kelancaran. Ini demi masa depan Rani, demi nama sekolah dan demi
keluarga Rani yang tidak bisa membawa Rani melanjutkan studinya ke luar negeri.
Ini adalah jalan satu-satunya untuk keluarga Rani agar Rani bisa menggapai cita-citanya.
Satu
minggu kemudian, Rani dan pak Pri berangkat ke Afrika mendampingi Rani. Rani
begitu was-was saat sampai disana dan melihat peserta-peserta yang beruntung
dan lolos bersama dengan dirinya saat ini. Rani tidak kenal semua peserta yang
ada di hadapannya sekarang. Rani hanya berpikir kalau mereka sangat cerdas,
ataupun bisa lebih cerdas lebih dari yang di pikirkan Rani sekarang.
Akhirnya
pengumuman hasil seleksi sudah keluar di internet. Dan ternyata Rani
mendapatkan juara 3. Rani sangat senang. Walaupun dia tidak mendapatkan juara
pertama tetapi dia berhasil lolos seleksi terakhir dan mendapatkan juara. Dia
mendapatkan sertifikat, thropy dan juga uang yang sangat besar nilainya.
Sekitar tujuh puluh lima juta rupiah untuk juara yang di dapatkannya. Dia
sangat senang mendapatkan semua itu. Uangnya bisa di berikan kepada kedua
orangtuanya.
Ketika
orangtuanya di kabari oleh pak Pri tentang kemenangan Rani, orangtuanya
langsung menangis terharu. Tidak menyangka kalau anaknya bisa mendapatkan juara
dari olimpiade di Afrika kemarin. Pak Hasan lalu berpesan kepada pak Pri untuk
membiarkan dirinya saja yang membayar biaya perginya Rani ke Jerman. Rani
mengambil jalur beasiswa agar seluruh biaya pendidikannya gratis. Seluruh biaya
hidup di tanggung oleh pemerintah Jerman. Pak Hasan hanya membayar biaya
pembuatan visa dan penerbangan.
Akhirnya
Rani bisa mewujudkan cita-citanya bersekolah ke Jerman. Ini berkat usahanya dan
doa dari kedua orangtuanya.
Komentar
Posting Komentar